Sabtu, 31 Mei 2014

laporan reduksi garam besi (III) dengan cahaya

BAB I

LAPORAN REDUKSI GARAM BESI (III) DENGAN CAHAYA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Penelitian tentang dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan, pada dasarnya adalah penelitian tentang hubungan-hubungan kimia. Salah satunya yaitu bagian industri. Operasi-operasi kimia industri yang sangat besar mempunyai pengaruh yang dramatis dan berlangsung lama terhadap masyarakat. Proses industri yang utama dimulai dengan produksi dari tiga di antara logam yang utama dan terdapat beberapa bahan kimia anorganik maupun organik yang paling bermanfaat, masing-masing proses menghasilkan zat atau energi yang vital bagi standar kehidupan.[1] Tanpa disadari bahwa cetak foto juga merupakan hasil bagian dari bahan kimia. Dimana proses cuci foto tersebut  menggunakan larutan kimia.
            Dimana dalam proes cetak foto, digunakan berbagai larutan kimia. Larutan kimia yang sering digunakan dalam proses tersebut yaitu asam oksalat (H2C2O4), larutan besi (III) klorida (FeCl3), larutan diamonium fosfat (NH4)2PO4, larutan heksasiano ferrat (K3Fe[CN]6) dan larutan kalium bikromat (K2Cr2O7). Dalam proses cetak foto juga dibutuhkan sinar UV agar hasil yang diperoleh percetakan tersebut bagus.
              Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat.
B. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah pada percobaan ini yaitu bagaimana mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat?

C. Tujuan Percobaan
            Tujuan percobaan yaitu untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Fotokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi-reaksi kimia yang diinduksi oleh sinar secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi termal biasa yang berlangsung dalam gelap memperoleh energi pengaktifannya melalui tumbukan antar molekul yang acak dan berurutan. Reaksi fotokimia menerima energi pengaktifannya melalui penyerapan foton cahaya oleh molekul-molekulnya. Karena itu reaksi ini memberikan kemungkinan selektifitas yang tinggi, yang berarti bahwa energi dari kuantum cahaya tepat sesuai untuk reaksi tertentu saja. Jadi tahap pengaktifan dalam reaksi fotokimia cukup berbeda dari lebih selektif dibandingkan pengaktifan reaksi biasa (termal). Keadaan elektronik molekul yang tereksitasi mempunyai energi dan distribusi elektron yang berbeda dari keadaan dasar, sehingga sifat kimianyapun berbeda.[2]
             Dalam fotokimia terdapat dua hukum dasar. Menurut hukum pertama dari Grotthus (1817) dan Draper (1843), peubahan fotokimia hanya dapat ditimbulkan oleh cahaya yang diserap. Tampaknya hokum ini jelas sekali, tetapi perlu diketahui bahwa ada pengaruh lain yang tidak digambarkan oleh Grotthus dan Draper yaitu radiasi yang tidak diserap tetapi dapat mendorong molekul tereksitasi untuk memancarkan sinar. Setelah munculnya hukum pertama dari hukum fotokimia terdapat pula hukum kedua dari fotokimia yang diusulkan oleh Stark dan Einstein (1908-1912) yang menyatakan bahwa molekul yang menyerap satu kuantum sinar masuk menjadi teraktifkan. Selain itu, hukum kedua fotokimia merupakan dasar perhitungan dari hasil kuantum untuk prises tertentu.[3]
               Prinsip dasar dari fotokimia yaitu suatu sistem fotokatalis berisi material semikonduktor yang dapat berhubungan dengan medium reaksi baik cairan maupun gas. Proses di dalam fotokatalis adalah jika partikel semikonduktor berada di dalam cairan maupun gas dan dikenai cahaya UV baik yang berasal dari cahaya matahari maupun lampu UV. Maka akan menghasilkan pasangan elektron dan lubang (hole). Pasangan elektron dan lubang (hole) ini akan berdifusi ke permukaan partikel semikonduktor tersebut dan menyebabkan proses oksidasi dan reduksi polutan yang terdapat di dalam medium.[4]
              Dalam proses pencahayaan, jumlah cahaya juga dapat diukur dengan aktinometer kimia yang menentukan jumlah perubahan kimia yang terjadi.Hasil reaksi fotokimia dalam aktinometer semula ditentukan dengan pemancang termik. Dalam reaksi fotokimia zat antara yang tidak stabil umumnya berada pada konsentrasi yang sedemikian rendah sehingga tidak dapat dipelajari secara langsung. Salah satu cara untuk memperbesar konsentrasinya adalah dengan menggunakan kilat cahaya yang sangat kuat. Kilat berenergi tinggi untuk wakltu yang singkat dapat diperoleh dengan pembebasan muatan sejumlah besar kapasitor melalui tabung pembawa muatan gas.[5]
                Salah satu bahan kimia yang terlibat dalam reaksi fotokimia adalah besi (Fe). Dimana Besi tersebut mengalami reduksi dari besi (III) menjadi besi (II) dengan campuran dari bahan-bahan kimia yang lain. Keberadaan pasir besi yang terdistribusi secara luas serta jumlahnya melimpah di Indonesia menjadi daya tarik secara ekonomi. Besi yang diperoleh dari bijih besi tidak dalam bentuk unsur murni Fe tetapi dalam bentuk besi oksida. Dalam pasir besi, oksida logam ini dijumpai dalam dua fase, Fe2O3 dan Fe3O4. Keduanya merupakan bahan magnetik yang menunjukkan sifat kemagnetan ketika berada dalam medan magnet. Fe2O3 memilikiinteraksi yang lebih lemah di dalam medan magnet dari pada Fe3O4 yang memiliki inetraksi lebih kuat di dalam medan magnet.Pasir besi ini dapat lebih dimanfaatkan dalam bidang material dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi dan ramah lingkungan[6]
            Secara umum besi terdiri dari suatu mineral optik yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti kuarsa, ampibol, piroksen, kalsit, feldspart dll, mineral tersebut terdiri dari magnetik, ilmenit, limonit dan hematite. Mineral bijih besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesit vulkanik. Bijih besi dalam bentuk lump ore di pellet dengan komposisi tertentu lalu di reduksi, saat proses pellet bijih besi ukurannnya diperkecil, sedangkan suhu reduksi adalah berkisar antara 800 – 1050°C.[7]
            Besi (III) kebanyakan terdapat dalam garam berkristal dan berbentuk anion, sifat reduksi dari besi seperti anion-anion iodida tidak dapat dilawan karena sifatnya tersebut. Ion fero dalam besi memberikan garam berkristal dan terdapat juga garam Mohr yang cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetri serta sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebaliknya FeSO4. 7H2O secara lambat melapuk dan berubah menjadi kuning coklat bila dibiarkan dalam udara.[8]
         Dalam persenyawaannya, besi (VI) yang paling dikenal adalah anion okso FeO42- yang diperoleh melalui oksidasi suspensi dalam natrium hidroksida (NaOH) pekat atau dengan melelehkan serbuk Fe dengan KNO3 sehingga terdapat ion lembayung merah paramagnetic dengan dua elektron tidak berpasangan.[9]
           Besi yang  membentuk dua deret diturunkan dari besi (II) oksida. FeO dalam larutan garam-garam mengandung Fe2+ dan berwarna sedikit hijau.Ion-ion gabungan dan kompleks sepit yang berwarna tua adalah juga umum.Ion besi (II) dapat mudah dioksidasikan menjadi besi (III) maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu semakin nyatalah efek ini dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Garam-garam besi (III) atau feri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Garam-garam tersebut lebih stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya terdapat kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning muda dan jika dilarutkan mengandung klorida serta warnanya menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi besi (II).[10]
           Dalam Pengubahan ion besi (II) menjadi besi (III) dinamakan oksidasi. Dimana keadaan dari oksidasi yaitu kebanyakan logam ini cenderung untuk memperlihatkan beberapa keadaan oksidasi. Dimana oksidasi besi oleh ion hidrogen adalah khas bagi logam-logam dengan nilai yang negatif. Perak yang mempunyai nilai positif tidak dioksidasikan oleh ion hidrogen, tetapi dioksidasikan oleh asam nitrat pekat.[11]
           Selain oksidasi, proses perubahan besi (III) menjadi besi (II) disebut dengan proses reduksi. Dimana reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperolehnya satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi reduksi ini juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas. Dari uraian tersebut nampak bahwa oksidasi dan reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas, karena elektron yang dilepaskan oleh sebuah zat harus diambil oleh zat yang lain.[12]
          Proses reduksi logam besi juga dapat melibatkan ion timah. Dimana potongan-potongan besi ditambahkan pada larutan dan campurannya disaring, ion timah (II) dapat dideteksi dengan reagensia merkurium (II) klorida. Hasil yang serupa diperoleh dengan mendidihkan larutan dengan tembaga atau stibium.[13]
            Besi (III) klorida juga berpengaruh dalam proses cuci cetak tersebut. Dimana besi (III) klorida pewarnaannya merah darah yang ditimbulkan karena terbentuknya suatu kompleks. Sebenarnya ada sederetan kation dan anion kompleks yang terbentuk. Kompleks (yang tak bermuatan itu) dapat diekstraksi dengan mengocok bersama eter. Dimana akan terbentuk kompleks-kompleks yang tak berwarna dan lebih stabil. Selain besi (III) klorida, ion heksasianoferat (II) (Fe[CN]6) juga digunakan dalam proses cuci cetak tersebut, dimana heksasianoferat (II) dari logam-logam alkali dan alkali tanah larut dalam air dan logam-logam lainnya tidak larut dalam air dan dalam asam encer dingin, tetapi terurai oleh alkali.[14]
           Selain besi (III) klorida, HCl juga berperan penting dalam proses pencetakan. Dimana HCl yang sangat pekat akan terbentuk FeCl4 tetrahedral dan garamnya dengan kation besar bisa diisolasi. Sedangkan ion kompleks dengan SCN- berwarna merah tajam dan biasanya digunakan sebagai uji semi kualitatif dan kuantitatif bagi ion ferri atau feri(SCN)3 dan dapat diekstraksi ke dalam eter. Namun, ion flourida akan melunturkan warnany. Dalam keadaan padat dikenal ion FeF63-, namun dalam larutannya hanya terjadi spesies dengan atom-atom F lebih sedikit.[14].

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu Dan Tempat
     Hari/ Tanggal                     :  Jumat/ 16 Mei 2014
     Waktu                                :  08.00 - 10.00 WITA
     Tempat                               :  Laboratorium Kimia Aorganik Uin Alauddin                                                            Makassar.
B.  Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:
1. Alat
                   Alat - alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu: pipet volume 25 mL, pipet skala 5 mL, gelas kimia 100 mL, pingset, kaca, batang pengaduk, bulp, botol semprot dan piring.
2. Bahan
            Bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu: aquadest (H2O), kertas kalkir, kertas saring, larutan asam klorida (HCl) 0,1 M, larutan asam oksalat (H2C2O4) 0,2 M, larutan besi (III) klorida (FeCl3) 0,01, larutan diamonium fosfat (NH4)2PO4 0,1 M, larutan heksasiano ferrat (K3Fe[CN]6) 0,1 M, larutan kalium bikromat (K2Cr2O7) 0,3 M, slotip, tinta cina dan tissu.

C. Prosedur Kerja
            Prosedur kerja pada percobaan ini yaitu menyiapkan alat dan bahan. Menyiapkan gelas kimia 100 mL kemudian memipet 5 mL diamonium fosfat (NH4)2PO4, 25 mL larutan besi (III) klorida (FeCl3), dan 25 mL asam oksalat (H2C2O6) 0,2 M pada ruang gelap. Menyediakan 5 kertas saring yang ukurannya sama dengan kaca, kaca yang dipakai sebanyak 6 buah. Kemudian membuat pola dari kertas kalkir sesuai ukuran kaca, sehari sebelum praktikum. Kertas kalkir di celupkan ke dalam larutan yang dibuat pada ruang gelap kemudian diangkat dengan pinset dan dikeringkan dengan tissu. Setelah kering, menyusun kaca preparat, kertas kalkir (yang sudah ada polanya)  kertas saring (peka), tutup dengan kaca preparat dan diselotip. Keringkan dengan cahaya langsung dari matahari dengan paruh waktu yang berbeda yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25 menit. Setelah kering celupkan pada larutan kalium heksasiano ferrat (K3Fe(CN)6 0,1 M, larutan kalium bikromat (K2Cr2O7) 0,03 M, larutan asam klorida (HCl) dan aquadest (H2O). Mengamati perubahan yang terjadi.



BAB IV
HASIL  DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
                 1. Hasil Pengamatan
  a. Larutan (NH4)2PO4 (kuning)  + (FeCl3) (kuning))→ larutan orange + (H2C2O4)  (bening)                             → kuning, lalu dicelupkan kertas saring →  kuning, lalu didiamkan 1 hari dan membuat pola                         kertas karkil   dengan  tinta cina (hitam) → menempelkan bahan kaca preparat + kertas                                karkil + kertas saring + kaca   preparat → mengeringkan selama 5 menit → mencelupkan                            K2Fe (CN)6 (hijau) → biru +  K2Cr2O7( kuning) → biru + HCL (orange) → biru + air                               (putih) →  biru → positif
  b. Mengeringkan selama 10 menit → mencelupkan K2Fe (CN)6 (hijau)→ biru + K2Cr2O7(kuning)                  → biru + HCL (orange) → biru + air  (putih) → biru → negatif.
            c. Mengeringkan selama 15 menit → mencelupkan K2Fe (CN)6 (hijau) → biru + K2Cr2O7( kuning)                → biru + HCL (orange) → biru + air  (putih) → biru → positif. 
           d. Mengeringkan selama 20 menit → mencelupkan K2Fe (CN)6 (hijau)  → biru + K2Cr2O7( kuning)                → biru + HCL (orange) → biru + air    (putih) → biru → positif.
          e.  Mengeringkan selama 25 menit → mencelupkan K2Fe (CN)6 (hijau) → biru + K2Cr2O7( kuning)                 → biru + HCL (orange) → biru + air   (putih) → biru → positif.
2.  Tabel Pengamatan
No
Waktu (menit)
Hasil
1.
5
Positif
2.
10
Positif
3.
15
Positif
4.
20
Positif
5.
25
Positif


2.  Reaksi
  FeCl3 + (NH4)2HPO         FePO4 + HCl + 2NH4Cl
       2FePO4 + 3H2C2O4                  2FeC2O4 + 2H3PO4 + 2CO2
       Reduksi           : Fe3+ + e                Fe2+                         x 2

       Oksidasi          : C2O42-                  2CO2 + 2e               x 1
  2Fe3+ + 2e                         2Fe2+

  C2O42-             2CO2 + 2e
  2Fe3+ + C2O42-                    2Fe2+ + 2CO2
                             3Fe2+ + 2K3Fe(CN) Fe3[Fe(CN)6]2 + 6K+
B. Pembahasan
           Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat. Dimana dilakuan pencampuran antara diamonium hidrogen fosfat 5 mL dengan besi (III) klorida 25 mL serta asam oksalat 25 mL yang  dilakukan di dalam ruang gelap. Dimana asam oksalat berfungsi untuk mereduksi Fe3+  menjadi Fe2+. Sedangkan diamonium hidrogen fosfat befungsi untuk memperlambat reduksi. Penambahan besi (III) klorida ke dalam campuran tersebut yang dilakukan di ruang gelap juga berfungsi untuk memperlambat proses reduksi, kemudian dilakukan pencelupan kertas saring ke dalam campuran larutan tersebut. Kertas saring berfungsi sebagai kertas peka cahaya. Kertas saring yang akan digunakan tersebut, sebelumnya harus dikeringkan. Kemudian ditempelkan pada kaca dan kertas kalikir yang sudah ada polanya. Kertas kalkir tersebut di gambar dengan menggunakan tinta cina. Dimana  Tinta cina ini memiliki kerapatan yang lebih besar daripada tinta lainnya, sehingga dapat menghambat masuknya cahaya. Oleh sebab itu dalam pembuatan pola tersebut digunakan tinta cina. Selanjutnya kertas saring dan kertas kalikir yang sudah menempel pada kaca dislotip. Tujuannya agar tidak terjadi oksidasi karena adanya cahaya yang masuk.  Kemudian diletakkan di bawah sinar matahari langsung dengan paruh waktu selang 5, 10, 15, 20, 25 menit. Diletakkan di bawah sinar matahari  agar terjadi perpindahan secara sempurna dan memberikan hasil positif yang jelas. Serta waktu yang berbeda digunakan karena ingin membandingkan hasil di antara waktu tersebut.
            Setelah terkena sinar matahari langsung, maka slotip dibuka dan kertas saring dicelupkan ke dalam larutan ion heksasianoferrat (III) yang berwarna hijau. Tujuann dari pencelupan kalium heksasianoferat pada pembilasan ini yaitu akan terbentuk warna biru  yang menunjukkan besi (III) oksalat yang terserap dalam kertas saring telah tereduksi oleh cahaya menjadi besi (II) oksalat, dengan hasil reaksi dengan ion heksasianoferat adalah  besi (II) heksasianoferat yang berwarna biru. Kemudian kertas saring  dicuci dengan kalium bikromat yang berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran dari ion heksasianoferrrat (III) dan juga mengikat kelebihan ion heksasianoferrrat (III) yang digunakan. Kemudian dicuci lagi dengan HCl yang berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kertas yang mengganggu proses percetakan dan yang terakhir aquadest yang berfungsi membentuk kompleks dengan besi (III) dengan molekul air sebagai ligannya.
         Dari hasil pengamatan yang diperoleh kelima kertas saring tersebut diperoleh hasil yang positif. Walapun hasil yang diperoleh pada menit ke 20 dan 25 kurang daripada menit sebelumnya. Hal ini dikarenakan larutan heksasioanoferat yang digunakan pada menit ke 10 harus diganti, karena larutan tersebut telah dipakai sebelumnya sehingga kandungan ion dalam larutan tersebut sudah berkurang. Dan waktu yang lama pada proses pencahayaan juga tidak bagus untuk hasil akhir. Dari hasil positif tersebut menunjukkan bahwa percoban hasil percobaan sesuai dengan teori. Dimana teori menyatakan bahwa ion besi (II) direaksikan dnegan ion heksasiano ferrat (III), maka akan terbentuk larutan biru (biru turnbull). Besarnya pengaruh cahaya terhadap reduksi besi (III) menjadi besi (II) aan tampak sesuai dengan kepekatan warna biru yang terbentuk.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Kesimpulan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat dilakukan dengan sinar ultraviolet. Semakin lama waktu penyinaran semakin tidak jelas noda yang nampak pada kertas saring akibat garam besi (III) tereduksi.

B. Saran
            Saran dari percobaan ini adalah sebaiknya pada percobaan berikutnya digunakan kertas peka cahaya lain selain kertas saring sehingga dapat diketahui pengaruh jenis kertas terhadap proses reduksi cahaya terhadap garam besi (III) oksalat.


DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin Syam dan Hendri widiyandari, Sintesis Film Tungsten Oksida (WO3)   Dengan           Penambahan Metal Co-Katalis Besi (Fe) Dan Aplikasi Pada Peningkatan Aktivitas           Fotokatalitik Degradasi Zat Warna Methylene Blue Menggunakan Cahaya Matahari,      Jurnal Fisika”, Vol. 2, No. 1 (Januari 2014),   15-24.

Cotton, Albert, Geoffrey. Basic Inorganic Chemistry.terj. Suharto. Kimia Anorganik Dasar.Jakarta: UI-Press, 1989.

John Whiley, Sons. Phisical Chemistry.terj. Surdia. Kimia fisika . Jakarta: Erlangga, 1980

Keenan, Charles. General College Chemistry.terj. Aloysius Hadiyana Putjaatmaka. Ilmu Kimia Untuk Universitas ( Jakarta: Erlangga, 1984).

Muhammad Amin dkk, “Karakteristik Fisik Pellet Dan Sponge Iron Pada Bahanbaku Limbah Karat Dengan Pasir Besi Sebagai Pembanding”, Jurnal Sumirata FMIPA (Lampung, 2013), 179 – 184.
Svehla.G. Vogel Analisis Anorganik kualitatif.Jakarta : Kalman media pustaka.

Syamsidar, Ramhadani, Yani. Penuntun Praktikum Anorganik. Makassar: UIN-Press. 2014.


                













                [1]Keenan, Charles. General College Chemistry.terj. Aloysius Hadyana Putjaatmaka. Ilmu Kimia Untuk Universitas ( Jakarta: Erlangga, 1984) h. 179.

                    [2]John , Whiley, Sons. Phisical Chemistry.terj. Surdia .Kimia fisika . (Jakarta: Erlangga, 1980) h.219.

                   [3John , Whiley, Sons. Phisical Chemistry.terj. Surdia.Kimia fisika . h.220.

              [4]Burhanudin Syam dan Hendri widiyandari,” Sintesis Film Tungsten Oksida (WO3) Dengan Penambahan Metal Co-Katalis Besi (Fe) Dan Aplikasi Pada Peningkatan Aktivitas Fotokatalitik Degradasi Zat Warna Methylene Blue Menggunakan Cahaya Matahari, Jurnal Fisika”, Vol. 2, No. 1 (Januari 2014). 

                  [5]John Whiley, Sons. Phisical Chemistry. terj. Surdia. Kimia fisika , h.232.

              [6]Muhammad Amin dkk, “Karakteristik Fisik Pellet Dan Sponge Iron Pada Bahanbaku Limbah Karat Dengan Pasir Besi Sebagai Pembanding”, Jurnal Sumirata FMIPA (Lampung, 2013), h. 179.

           [7]Muhammad Amin dkk, “Karakteristik Fisik Pellet Dan Sponge Iron Pada Bahanbaku Limbah Karat Dengan Pasir Besi Sebagai Pembanding”,  Jurnal Sumirata FMIPA, h. 181.
       [8]Cotton, Albert, Geoffrey. Basic Inorganic Chemistry. terj. Suharto. Kimia Anorganik Dasar (Jakarta: UI-Press, 1989) , h. 465.

             [9]Cotton, Albert, Geoffrey. Basic Inorganic Chemistry. terj. Suharto. Kimia Anorganik Dasar h. 466.

              [10]Svehla.G. Vogel Analisis Anorganik kualitatif. (Jakarta : Kalman media pustaka, 1985). h. 256.

             [11] Keenan, Charles. General College Chemistry.terj. Aloysius Hadyana Putjaatmaka. Ilmu Kimia Untuk Universitas, ( Jakarta: Erlangga, 1984) , h. 169.

                [12] Svehla.G. Vogel Analisis Anorganik kualitatif,  h. 108.

             [13] Svehla.G. Vogel Analisis Anorganik kualitatif,  h. 256.

             [14] Svehla.G. Vogel Analisis Anorganik kualitatif,  h. 340
.
                 [15]Cotton, Albert, Geoffrey. Basic Inorganic Chemistry. terj. Suharto. Kimia Anorganik Dasar h. 466.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar